JAKARTA, PARLEMENRAKYAT.id — Program Studi Hubungan Internasional (HI), Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama), sukses menggelar kuliah umum bertema “Global South in the Digital Age: Diplomacy, Development, and the Role of Emerging Economies”, yang berlangsung di ruang Amphitheatre, Kampus I Universitas Moestopo.
Kegiatan ini merupakan bagian dari Meet d’Ambassador Program, yang dirancang untuk membuka wawasan mahasiswa melalui pertemuan langsung dengan pakar dan praktisi hubungan internasional dari berbagai negara.
Hadir sebagai pembicara utama, Ignacio Ortiz Vila, akademisi dari National University of Tres de Febrero (UNTREF), Argentina, yang dikenal memiliki keahlian multidisipliner dalam Hubungan Internasional, Ekonomi Global, dan Diplomasi Digital.
Dalam pemaparannya, Ignacio menekankan bahwa era digital saat ini menjadi penentu utama kekuatan ekonomi dan politik global.
“Sekitar 70% nilai ekonomi baru dalam dekade mendatang akan bersumber dari bisnis berbasis platform digital. Teknologi seperti AI, tata kelola data, dan perdagangan digital kini menjadi kunci dalam hubungan antarnegara,” jelasnya.
Ia juga menyoroti pentingnya kerja sama negara-negara Global South untuk memperkuat posisi dalam percaturan dunia.
“Kita butuh pendekatan diplomasi yang lebih kolaboratif, agar pertumbuhan ekonomi menjadi lebih inklusif dan teknologi benar-benar dimanfaatkan untuk pembangunan berkelanjutan,” tegas Ignacio.
Sementara itu, Nadirah, S.Sos., Kepala Prodi HI Universitas Moestopo, menegaskan bahwa kuliah umum ini mencerminkan komitmen institusi dalam membawa diskursus global ke ruang akademik.
“Kami ingin mahasiswa memahami bahwa masa depan digital tidak hanya ditentukan oleh negara maju. Negara seperti Indonesia dan Argentina juga punya peran strategis sebagai kekuatan menengah,” ujarnya.
Diskusi dipandu oleh Setya Ambar Pertiwi, M.A., dosen HI Universitas Moestopo, yang menambahkan bahwa suara dari negara berkembang sangat penting dalam era dunia multipolar.
“Melalui forum seperti ini, kita bisa refleksikan bagaimana komunitas akademik bisa berkontribusi dalam kebijakan publik global dan transformasi digital yang adil,” pungkasnya.
Kuliah umum ini membuka ruang diskusi segar tentang tantangan dan peluang diplomasi digital, serta memperluas wawasan mahasiswa untuk menjadi pemimpin masa depan yang siap menghadapi kompleksitas dunia global.
(P.N_ZEBUA)