BANDUNG, PARLEMENRAKYAT.id – Aksi peringatan Hari Buruh Internasional (May Day) di kawasan Dago Cikapayang, Kota Bandung, Kamis (1/5/2025), diwarnai kejadian mengejutkan. Seorang mahasiswa aktif diamankan polisi setelah kedapatan membawa senjata tajam dan dinyatakan positif menggunakan obat keras golongan benzodiazepine.
Pelaku berinisial M.A.A. (26), mahasiswa semester 6 jurusan S1 Keperawatan dari salah satu kampus di Bandung, diamankan oleh aparat dari Polda Jawa Barat saat aksi unjuk rasa berlangsung. Ironisnya, M.A.A. merupakan anak dari seorang guru di kawasan Rancaekek, Bandung.
“Yang bersangkutan mengaku datang sebagai petugas medis lapangan. Tapi saat digeledah, ditemukan pisau lipat dan baton stick di dalam ranselnya. Tes urine juga menunjukkan positif BENZO,” ungkap Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Pol. Hendra Rochmawan, S.I.K., M.H., dalam keterangannya, Jumat (16/5/2025).
Lebih lanjut, Hendra menuturkan bahwa M.A.A. memiliki latar belakang pendidikan yang baik. Ia lulusan SD hingga SMA di Bandung sebelum melanjutkan ke perguruan tinggi di bidang kesehatan. Namun, keterlibatannya dalam aksi yang berujung anarkisme menjadi tamparan keras bagi dunia pendidikan dan keluarga.
“Ini bukan sekadar pelanggaran biasa, ini ancaman nyata terhadap ketertiban umum,” tegas Hendra.
Atas perbuatannya, M.A.A. dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) UU Darurat No. 12 Tahun 1951, dengan ancaman hukuman maksimal 10 tahun penjara.
Polda Jabar mengungkap bahwa sebagian pelaku anarkisme yang diamankan berasal dari kalangan pelajar dan mahasiswa. Banyak dari mereka terpapar ideologi kekerasan melalui media sosial dan sebaran digital bertema ‘solidaritas’ dan ‘perlawanan’.
“Mereka cerdas, punya potensi besar. Tapi salah memilih panutan dan mudah terpengaruh ajakan yang menyesatkan. Ini jadi peringatan keras bagi orang tua dan lingkungan kampus,” ujarnya.
Polda Jabar mengajak semua pihak—termasuk pendidik, tokoh agama, dan masyarakat—untuk lebih aktif dalam memberikan edukasi dan pembinaan kepada generasi muda, agar tidak mudah terjebak dalam paham radikal dan anarkis.
“Anak-anak bukan hanya butuh pendidikan formal, tapi juga butuh arahan, perhatian, dan keterlibatan aktif dari orang tua. Jangan biarkan mereka mencari sosok panutan di tempat yang salah,” tutup Kombes Hendra.
(P.N_ZEBUA)