MK Batasi Pasal Pencemaran Nama Baik di UU ITE: Kritik ke Pemerintah Kini Bukan Kriminal

JAKARTA, PARLEMENRAKYAT.id – 29 April 2025 — Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia membuat gebrakan hukum dengan memutuskan bahwa pasal pencemaran nama baik dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) tidak lagi berlaku untuk lembaga, institusi, atau korporasi. Putusan ini menjadi angin segar bagi kebebasan berekspresi di Indonesia.

Putusan yang dibacakan pada Selasa (28/4) dengan nomor perkara 105/PUU-XXII/2024 itu menegaskan bahwa frasa “orang lain” dalam Pasal 27A dan Pasal 45 ayat (4) UU ITE hanya berlaku bagi individu, bukan terhadap kelompok, jabatan, ataupun badan hukum.

Ketua MK, Suhartoyo, menyampaikan bahwa pasal tersebut selama ini berpotensi disalahgunakan untuk membungkam kritik terhadap pemerintah atau institusi publik, padahal kritik merupakan bagian penting dari demokrasi.

“Kebebasan mengkritik kebijakan publik harus dijamin. Pasal ini tidak boleh jadi alat represi,” tegas Suhartoyo.

Berawal dari Kasus Lingkungan

Putusan ini muncul sebagai respons atas permohonan uji materi yang diajukan Daniel Frits Maurits Tangkilisan, seorang aktivis lingkungan yang sempat dijerat pasal pencemaran nama baik usai mengkritik kondisi lingkungan di Karimunjawa lewat sebuah video.

Daniel sempat divonis bersalah oleh pengadilan negeri, namun kemudian dibebaskan oleh pengadilan tinggi. Perjuangannya kini membuahkan hasil yang bukan hanya untuk dirinya, tapi juga untuk publik yang lebih luas.

Apa Implikasinya?

Dengan adanya putusan ini:

Lembaga, korporasi, atau pemerintah tidak bisa lagi menuntut atas dasar pencemaran nama baik melalui UU ITE.

Kritik terhadap kebijakan atau institusi dijamin sebagai hak warga negara.

UU ITE kini lebih jelas dan tidak bisa digunakan sembarangan untuk membungkam suara kritis.

Putusan ini disambut baik oleh aktivis dan pegiat kebebasan berekspresi sebagai langkah besar menuju demokrasi yang sehat dan terbuka.

(P.N_ZEBUA)

Pos terkait