LEBAK, PARLEMENRAKYAT.id – Enam tahun sudah berlalu sejak banjir bandang menerjang Kampung Cigobang, Desa Banjarsari, Kecamatan Lebakgedong, Kabupaten Lebak. Namun hingga hari ini, ratusan warga korban bencana masih bertahan hidup di tenda-tenda darurat yang dibangun dari terpal dan bambu, menanti hunian tetap yang tak kunjung terealisasi.
Potret pilu kehidupan mereka terpampang jelas di tengah cuaca tak menentu dan fasilitas yang jauh dari kata layak. Een, salah satu ibu rumah tangga yang tinggal di tenda bersama keluarganya, hanya bisa menggantungkan harapan pada pemerintah.
“Saya bersama puluhan keluarga di sini hanya bisa berharap pada pemerintah daerah dan pusat. Semoga hunian tetap bisa segera diwujudkan, bukan hanya janji,” tutur Een dengan mata berkaca-kaca.
Sebanyak 347 jiwa dari 221 rumah terdampak bencana besar tahun 2020 itu kini masih menghuni shelter darurat. Menurut Ketua RT 01 RW 02 Cigobang, Ajun, ketimpangan perlakuan antar daerah sangat terasa.
“Di Bogor, yang terdampak bencana di hari dan jam yang sama, warganya sudah dibangunkan rumah tetap sejak empat tahun lalu. Padahal anggarannya dari APBN juga. Kami juga warga Indonesia, kami hanya menuntut keadilan,” ungkapnya.
Harapan itu bukan tanpa usaha. Kepala Desa Banjarsari, H. Haemi, mengaku sudah bertahun-tahun mengajukan relokasi dan pembangunan hunian tetap kepada pemerintah. Bahkan, lahan relokasi sudah tersedia dan tinggal menunggu proses pengurugan.
“Lahan sudah ada, tinggal diurug. Saya mohon pemerintah segera realisasikan, kasihan warga saya. Enam tahun tinggal di tempat yang tidak layak, itu bukan waktu yang sebentar,” ujar Haemi.
Kondisi memprihatinkan ini menjadi tamparan bagi semangat kemanusiaan dan keadilan sosial yang dijunjung tinggi di negeri ini.
Kini, warga Cigobang tak meminta lebih. Mereka hanya ingin tempat tinggal yang layak untuk membesarkan anak-anak mereka, agar bisa hidup dengan martabat seperti warga lainnya di pelosok negeri.
(Red)