BOGOR, PARLEMENRAKYAT.id — Aroma ketertutupan mulai tercium dari balik meja Pemerintah Desa Gunung Picung, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor.
Ali Taufan Vinaya (ATV) angkat suara lantang. Ia menilai, pelaksanaan Program Desa Tanggap Bencana (Destana) di desa tersebut berjalan penuh misteri—tertutup, tidak transparan, dan hanya menguntungkan segelintir orang yang sudah menguasai jabatan di pemerintahan desa.
“Yang ikut kegiatan itu-itu saja, bahkan ada yang memegang sampai tiga jabatan. Ini bukan pemberdayaan, tapi penguasaan,” sindir ATV tajam.
Menurut ATV, kegiatan yang menghabiskan anggaran Rp45 juta itu seharusnya menjadi momentum membangun kesadaran dan kesiapsiagaan warga terhadap bencana.
Namun, semangat kebersamaan justru digantikan oleh praktik elitis dan monopoli kelompok tertentu.
“Bagaimana desa bisa maju kalau kran informasinya disumbat? Seharusnya Pj Desa membuka ruang publik, mengajak semua elemen masyarakat ikut berpartisipasi, bukan menutup-nutupi kegiatan,” tegasnya.
ATV bahkan menyebut akan melayangkan surat resmi kepada Bupati Bogor, Sekda, Kepala Dinas DPMPD, dan Camat Pamijahan, untuk mendesak pergantian Pj Desa Gunung Picung serta percepatan Pemilihan Antar Waktu (PAW).
“Sudah waktunya Desa Gunung Picung dipimpin oleh sosok yang transparan, terbuka, dan siap bekerja untuk rakyat. Banyak PR besar yang menunggu diselesaikan,” ujar ATV.
Tak berhenti di situ, ATV juga menyinggung hasil Rapat Kerja Komisi V DPR RI bersama Kementerian Desa terkait kawasan desa yang berada di lahan taman nasional.
Ia mengingatkan bahwa Desa Gunung Picung termasuk satu dari tujuh desa di Kecamatan Pamijahan yang berada di kawasan hutan/taman nasional.
“Justru karena posisinya strategis dan penuh tantangan, desa ini harus menjadi contoh dalam hal keterbukaan dan partisipasi publik, bukan malah tertutup,” tutup ATV dengan nada tegas.
Narasi yang Menggigit, Suara yang Menggema
Pernyataan ATV ini menjadi tamparan keras bagi Pemerintah Desa Gunung Picung.
Transparansi dan keadilan bukan sekadar jargon — keduanya adalah fondasi kepercayaan publik.
Dan kini, publik menanti:
Apakah suara ini akan didengar, atau justru dibungkam di balik meja kekuasaan desa?[ROBI]





