JAKARTA, PARLEMENRAKYAT.id — Siapa penjaga sejati hutan, laut, dan kekayaan hayati Indonesia? Bukan hanya taman nasional atau kebijakan pemerintah—tapi masyarakat adat dan komunitas lokal yang selama ini merawat alam secara turun-temurun. Inilah pesan kuat yang digaungkan Working Group ICCAs Indonesia (WGII) dalam peluncuran Data ICCA (Indigenous Peoples and Local Community Conserved Areas and Territories) edisi Mei 2025.
Bertempat di KALIA Restaurant, Jakarta Selatan, acara bertajuk “Menjaga Budaya, Merawat Masa Depan Keanekaragaman Hayati Indonesia” ini bukan sekadar forum diskusi. Ia adalah panggung bagi suara-suara akar rumput—yang selama ini bekerja diam-diam menjaga hutan tetap hijau dan laut tetap biru.
“Selama ini, masyarakat adat seringkali tak tercatat dalam kebijakan resmi. Padahal, mereka telah menjaga alam jauh sebelum kita bicara soal konservasi,” ujar Kasmita Widodo, Koordinator WGII.
Peluncuran data ini menyajikan pembaruan wilayah kelola masyarakat adat dari berbagai penjuru nusantara—dari pegunungan hingga pesisir—yang terbukti efektif dalam mempertahankan keanekaragaman hayati. Tidak hanya penting bagi Indonesia, kontribusi ini juga beresonansi dalam upaya global mencapai target Kunming-Montreal Global Biodiversity Framework (KM-GBF) dan Indonesian Biodiversity Strategy and Action Plan (IBSAP).
Acara dimulai pukul 12.30 WIB dengan makan siang bersama, lalu berlanjut dengan diskusi mendalam hingga pukul 16.00 WIB. WGII mengundang jurnalis, pegiat media, dan pemangku kepentingan lintas sektor untuk hadir dan menyebarkan cerita-cerita inspiratif dari penjaga bumi sejati.
Lebih dari Data, Ini Seruan Perubahan
Peluncuran Data ICCA 2025 bukan hanya tentang angka dan peta. Ini adalah upaya membalik narasi: dari konservasi yang top-down menjadi gerakan yang berakar dari komunitas. Sebuah pengakuan bahwa pelestarian alam sejati dimulai dari pengakuan terhadap hak dan peran masyarakat adat.
WGII berharap data ini menjadi dasar bagi lahirnya kebijakan konservasi yang inklusif, berkeadilan, dan berkelanjutan. Karena menjaga masa depan lingkungan, tak bisa lepas dari mereka yang paling dekat dan paling tahu: masyarakat adat Indonesia.
(Hera)